TS-NEWSMAIL.CF - Jakarta - Demokrasi tidaklah cukup untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Demokrasi bukan
segala-galanya dari sebuah kesuksesan sebuah negara dalam membangun
ekonominya. Banyak contoh di dunia ini di mana negara yang menganut
demokrasi tetapi ekonominya tidak mengalami pertembuhan yang signifikan.
Contohnya Ukraina dan Yugoslavia.
Hal ini dikatakan Dekan Lee Kuan Yew Public Policy School Singapura Kishore Mahbubani dalam wawancara dengan
Beritasatu English TV di sela-sela acara World Economic Forum on East Asia di Jakarta, Senin (20/4).
Kishore Mahbubani mengatakan Tiongkok dan India merupakan
perbandingan dua negara yang sangat bertolak belakang. India, tuturnya,
merupakan negara demokrasi terbesar namun tingkat pertumbuhan ekonominya
tidak sebagus Tiongkok yang nota bene bukan negara demokrasi.
Dalam kaitan ini, ia berpendapat, Indonesia perlu meniru apa
yang ditempuh Tiongkok dengan membuka pasar mereka. Dikatakan, ekonomi
Tiongkok tumbuh luar biasa saat mereka membuka pasar mereka terhadap
asing. "Semakin pasar dibuka, semakin tinggi terjadi persaingan, dan
kita bisa meningkatkan tingkat kompetitif kita di pasar global, dan
semakin banyak investor pun akan datang," tandasnya.
Ia mengatakan, Indonesia memiliki masa depan yang baik. Hal
ini bisa dilihat dari optimistis yang ditunjukkan oleh para pemimpin dan
juga rakyatnya. Tetapi, ada juga banyak tantangan yang harus dihadapi
oleh Indonesia. Dalam kaitan ini, Indonesia perlu membuka pasar terhadap
asing sembari meningkatkan tingkat persaingan agar bisa bersaing dengan
negara-negara lain dalam kompetisi yang lebih luas.
Kendati demikian, ia menilai bahwa dengan jumlah penduduk
yang besar, Indonesia memiliki pasar yang besar dan ini harus bisa
dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi karena penguasaan pasar
domestik merupakan salah satu kunci untuk sukses.(BERITASATU.COM)